Jim Gedung Putih
“Jadi, apa yang terjadi?” tanyaku pada Healy, yang menghabiskan musim panas di perguruan tinggi dengan menceritakan sebuah kisah tentang mengecat sebuah rumah tua yang besar.
Dia berbicara tentang menyeret tangga setinggi 40 kaki ke depan rumah dan mencoba memikirkan cara memasangnya sendiri, lalu berhenti berbicara.
“Kenangan ini terlalu menyakitkan untuk dilanjutkan,” katanya, yang merupakan caranya membuatku memohon padanya untuk menyelesaikan ceritanya.
“Ayo, ayo,” desakku. “Kamu tidak bisa berhenti di situ.”
“Oh, hatiku sakit sekali!” Ucapnya sambil menutupi dadanya. “Sayang sekali. Cukup sulit untuk membangun tangga setinggi 20 kaki sendirian, tapi 40 kaki? Tidak mungkin. Tapi, saya berhasil.
“Bagaimana?”
“Saya minum lebih banyak bir.”
“Oke, tangganya sudah naik. Sekarang bagaimana? tanyaku.
“Saya harus naik ke puncak atap pelana rumah, berjinjit di tangga, mengikis dan mengecat. Itu mengerikan.
“Apakah kamu berhasil?”
“Saya tidak banyak tidur, jadi ketika saya tidur, saya hanya menjalani kehidupan dan melukis,” katanya.
“Apakah kamu tertidur di tangga?”
“Ya. Aku bisa saja terjatuh, tapi aku bermimpi sedang makan es krim dan terbangun dengan kuas dan cat di mulutku,” katanya.
“Cat timah?” tanyaku. “Itu akan menjelaskan banyak hal.”
Belakangan pada hari itu, saya menceritakan pengalaman Hillie saat memasukkan kuas ke dalam mulutnya kepada istri saya tercinta, Martha, dan saudara perempuannya, Peg, melalui speaker ponsel.
“Aku tidak akan pernah melakukan kesalahan seperti itu,” kataku.
“Ehem,” kata Martha.
“Ehem?” jawabku cerdas.
“Ya. Ehem.
“Kapan aku…”
“Baru kemarin,” katanya.
“Kemarin? Kemarin aku tidak menggambar sama sekali,” kataku. “Atau baru kemarin.”
“Anda ingat kita pergi ke rumah Shifty Cogswell dalam perjalanan pulang dari toko, bukan?”
“Tentu saja. Shifty yang baik. Dia membawakanmu ikan asap dari Charlevoix dan kami berhenti untuk mengambilnya.
“Benar. Tapi kamu tidak makan ikan,” katanya. “Jadi Shifty memberimu sebotol selai raspberry.”
“Ini jauh lebih enak daripada ikan!”
“Ikan lebih baik untukmu daripada kolak raspberry,” sela Peg.
“Kompot raspberry rasanya jauh lebih enak,” kataku.
“Apakah kamu ingat apa yang terjadi saat kita berkendara meninggalkan rumahnya?” kata Martha.
“Tidak, aku tidak melakukannya,” aku berbohong. “Saya tidak ingat sama sekali.”
“Oke, apa yang terjadi?” tanya Peg.
“Ssst!” kataku pada Martha, tapi aku tidak bisa menghentikannya.
“Tuas persneling mobil kami berbentuk kenop bulat seukuran telapak tangan di konsol tengah. Anda tinggal memutarnya untuk memilih gigi yang sesuai,” kata Martha.
“Milik kita sama,” kata Peg.
“Nah, Jim menyalakan mobil di halaman rumah Shifty, membungkuk, memundurkan mobil, dan menginjak gas sedikit. Tidak terjadi apa-apa,” kata Martha.
“Kenapa tidak?” tanya Peg.
“Jim tidak tahu apa yang salah, jadi dia terus memutar kenop itu, mencoba mencari gigi yang tepat, tapi mobilnya tetap tidak mau bergerak.”
“Ya,” kata Peg. “Aneh sekali.”
“Ya, benar.”
“Maksudnya mobilnya,” gumamku.
“Tidak, aku tidak melakukannya,” kata Peg.
“Masalahnya akhirnya teratasi dengan sendirinya,” kata Martha. “Akhirnya, setelah memutar kenopnya bolak-balik belasan kali, Jim akhirnya menunduk untuk melihat apa yang terjadi.”
“Jadi, apa yang terjadi?” tanya Peg.
“Dia sedang memutar toples jeli di tempat cangkir di sebelah kenop persneling.”